Selasa, 18 Agustus 2015

PERSALINAN DAN SECTIO CAECAREA


                                  Pengertian persalinan dan sectio caecarea
Pengertian persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Rukiyah,2009:01).
Bentuk persalinan  berdasarkan  definisi adalah sebagai berikut:
a.             Persalinan Sepontan
Bila persalinan seluruhnya  berlangsung  dengan kekuatan  ibu sendiri dan melalui jalan sendiri.
b.             Persalinan Buatan
Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar dengan ektraksi forceps, ektraksi vakum dan sectio caesarea.
c.             Persalinan Anjuran
Persalinan tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin aprostaglandin (Manuaba, 2009: 02).
Istilah sectio  caesarea  berasal dari  perkataan latin, caedere yang artinya Memotong. Sectio caesarea  adalah suatu pembedahan guna  melahirkan  janin  lewat insisi pada dinding perut (addomen) dan dinding  rahim (uterus). Atau sectio caesarea  adalah  suatu  persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi  pada   dinding  perut  dan  dinding  rahim  dengan  syarat  rahim  dalam  keadaan  utuh  serta  berat  janin  di  atas  500  gram (Prawirohardjo,  2007: 133).
Dalam hukum Roma terdapat hukum Lexzaesarea, dalam hukum ini menjelaskan bahwa prosedur tersebut  di jalankan di akhir  kehamilan  pada seorang  wanita yang sekarat demi untuk  menyelamatkan  calon bayi.  Sebelum  mengambil  keputusan  tindakan  section  caesarea,  pertimbangkan  secara  teliti,  indikasi  dengan resiko  yang  terjadi  ( perdarahan,  cebdera  saluran  kemih/usus, infeks ). Angka mortalitas kasar yang dikoreksi mendapatkan risiko kematian ibu yang menyertai sectio caesarea adalah 26 kali lebih besar dari pada kelahiran pervaginam,  mereka mencatat peningkatan risiko kematian ibu pada pembedahannya sendiri sebanyak sepuluh kali lipat bertambahnya pengunaan sectio caesarea untuk melindungi bayi dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi ibu (Oxorn, 2010:645).
Seorang wanita yang telah mengalami pembedahan merupakan seseorang yang mempunyai parut dalam uterus, pada kehamilan dan persalinan berikutnya memerlukan pengawasan yang cermat berhubungan dengan adanya bahaya ruptura uteri, namun dengan tekhnik yang baik bahaya ini tidak besar, sebelum keputusan untuk melakukan sectio caesarea diambil pertimbangan secara teliti indikasi dengan risiko yang mungkin terjadi ( perdarahan,   cedera  saluran kemih/ usus, infeksi ), pertimbangan tersebut  harus berdasarkan penilian prabedah secara lengkap (Prawirohardjo, 2006 : 62).
Prinsip utama dalam melakukan tindakan sectio caesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau  tak punya harapan untuk hidup,  tindakan ini tetap  dilaksanakan. Tindakan sectio caesarea merupakan salah satu jalan untuk menolong persalinan sehingga tercapai “Well born baby and well health mother”. Kini tindakan sectio caesarea sudah dapat diterima oleh masyarakat, bahkan sering dijumpai permintaan persalinan dengan operasi sectio caesarea (Manuaba, 2008 : 158).

2.           Faktor-faktor Penyebab Terjadinya sectio caecarea
a.             Faktor dari ibu
1.         Panggul sempi
Ketidak-mampuan janin untuk melewati panggul yang tumbuhnya terlampau besar, atau adanya ketidak-imbangan relatif antara ukuran bayi dan ukuran pelvis (Oxorn, 2010:635).
1)             Plasenta previa
Keadaan  ketika plasenta terletak di tempat yang tidak normal yakni di segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian  atau seluruh ostium uteri internum. Plasenta previa dibagi menjadi tiga yakni:
a)             Plasenta marginalis, jika tepi plasenya mencapai pembuahan.
b)             Plasenta Lateralis,jika plasenta menutupi sebagian  dari pembukaan.
c)             Plasenta privia tolalis,jika plasenta menutupi seluruh permukaan (Salmah. 2005:99).
Plasenta previa adalah: terjadinya pertumbuhan plasenta disegmen bawah uterus yang tidak selalu dapat diterangkan  dengan jelas, sehingga penyebab yang pasti tidak dapat ditentukan (Prawirohardjo, 2006:99).
2)             Disproporsi sefalopelvik
Disproporsi sefalopelvik mencakup paggul sempit (contracted pelvis) fetus yang tumbuhnya terlampau besar, atau adanya ketidakseimbangan  relative antara ukuran bayi dan ukuran pelvis yang ikut menimbulkan masalah diproporsi adalah bentuk pelvis, presentasi petus serta kemampuannya untuk moulage dan masuk panggul, kemampuan berdilatasi pada servik, dan efektifan kontraksi uterus (Oxorn, 2010:635).
3)             Ketuban Pecah Dini
Keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan, dan ditunggu satu jam belum dimulainya tanda persalinan. Penyebab ketuban pecah dini sebagai berikut:
1)             Serviks inkompeten
2)             Ketegangan rahim berlebihan:kehamilan ganda, hidramnion.
3)             Kelainan letak janin dalam rahim: letak sungsang, letak lintang.
4)             Kemungkinan kesempatan panggul: perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP.
5)             Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
6)             Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah. Penanganan Ketuban Pecah Dini:

a)             Rawat di rumah sakit
b)             Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut.
c)             Jika ada tanda-tanda infeksi(demam, caira vagina berbau), berikan antibiotika.
d)            Jika tidak ada infeksi dan kehamilan <37 minggu:Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin,berikan kortikosteroit kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru janin,lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu,Jika terdapat his dan drah lender, kemungkinan terjadi persalinan preterm.
e)             Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan >37 minggu: jika tidak ada infeksi  pasca persalinan hentikan pemberian antibiotika, jika serviks sudah matang, lakukan  induksi persalinan dengan oksitosin, dan jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin dan infuse oksitosin ataun lahirkan dengan sectio caesarea (David, 2008:37).


4)             Fre-eklamsia
Hipertensi yang  setelah 20 minggu kehamilan yang di sertai dengan proteinuria. Pe-eklamsia digolongkan ke dalam pre-eklamsia ringan dan pre-eklamsia berat dengan gejala dan tanda sebagai berikut:
Pre-eklamsia ringan
1.             Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmhg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
2.             Tekanan darah sistolik 90 atau kenaikan 15 mmhg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
3.             Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam semingguan.
4.             Proteinuria 0,3 gram atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin kateter atau urin aliran pertengahan.
Pre-eklamsia berat
1.             Tekanan darah 160/110 mmhg.
2.             Urin kurang dari 400 cc/24 jam.
3.             Proteinuria lebih dari 3 gram/liter.
4.             Keluhan subjektif:
Gangguan penglihatan, nyeri kepala,gangguan kesadaran.
5.             Pemeriksaan
Kadar enzim hati meningkat disertai ikterus,perdarahan pada retina,trombosit kurang dari 100.000/mm.
Penanganan 
a.              Periksa serviks.
b.             Jika serviks matang, lakukan pemecahan ketuban,lalu induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin.
c.              Jika persalinan pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam (pada eklamsia) atau dalam 24 jam (pada pre-eklamsia), lakukan sectio caesarea.
d.             Jika dejut jantung janin<100/menit atau >180/menit lakukan sectio caesarea.
e.              Jika serviks belum matang,janin hidup, lakukan sectio caesarea (David, 2008:103).
5)             Eklamsia
Pre-eklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan koma dan serangan tiba-tiba yang terjadi pada kehamilan akhir dan persalinan yang dapat berlangsung mendadak seperti halilintar (Liu,2007:104).
6)             Gagal vakum
Usaha-usaha untuk menggunakan penghisap pada kulit kepala janin sebagai cara untuk melakukan traksi pada kepala.
Penyebab ekraksi vakum tidak dapat digunakan untuk presentasi muka atau kepala menyusul pada presentasi bokong (Liu,2008:204).
Penangganan ektraksi vakum
Batas waktu yang di tetapkan adalah  30 menit(kadang-kadang 45 menit) untuk mencegah kerusakan janin. Jika bayi tidak dapat dilahirkan dalam waktu ini maka kasusnya dianggap tidak sesuai untuk persalinan per vaginam dan dikerjakan seksio sesarea (Oxorn, 2010:295).

2.             Faktor dari janin
1)             Kelainan Letak
Pada keadaan normal, kepala janin berada di bagian bawah rahim ibu dan menghadap ke arah punggung ibu. Menjelang persalinan, kepala bayi turun dan masuk ke rongga panggul ibu. Kadang-kadang letak bayi tidak normal sampai umur kehamilan 9 bulan. Pada keadaan ini, ibu harus melahirkan di rumah sakit, agar ibu dan bayi dapat diselamatkan. Persalinan mungkin mengalami gangguan atau memerlukan tindakan. Anjurkan ibu/keluarganya untuk menabung.
 Kelainan letak janin antara lain :
a)             Letak sungsang : kepala janin di bagian atas rahin
b)             Letak lintang: letak janin melintang di dalam rahim
2)             Gawat janin
 Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan dokter memutuskan untuk melakukan operasi. Apalagi ditunjang kondisi ibu yang kurang menguntungkan. Bila ibu menderita tekanan darah tinggi atau kejang pada rahim.
3)              Gemelly
Kehamilan dengan dua janin atau lebih sejak ditemukannya obat-obatan dan cara induksi ovulasi maka dari laporan-laporan dari seluruh pelosok dunia, frekuensi gemelly condong meningkat.
Penyebab Gemelly
Pada saat melakukan anamnesa apakah ada perut lebih buncit dari semestinya, gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu hamil, uterus terasa lebih cepat membesar, pernah hamil kemar atau adanya riwayat keturunan kemar.
Penangganan Gemelly
Bila tidak ada masalah dan persalinan berjalan lancar ibu bisa dilakukan pertolongan persalinan normal, akan tetapi  jika ditemukan kesulitan, maka dilakukan tindakan sectio caesarea (Rukiah, 2009:137).

3.             Tujuan sectio caesarea
a.             Untuk melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan .
b.             Untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada servik uteri,jika janin dilahirkan  pervaginam.

4.             Sectio caesarea dilakukan apabila
Janin hidup dan pembukaan belum lengkap
a.             janin hidup tetapi gawat janin dan persalinan  pervaginam tidak dapat dilaksanankan  dengan segera.
b.             janin meninggal,tetapi kondisi servik tidak memungkinkan  persalinan pervaginam dapat berlangsung dalam waktu yang singkat.


5.             Persiapan oprasi kebidanan
Persiapan  bagi tenaga kesehatan adalah segala usaha  yang dilakuka untuk meningkatkan keberhasilan operasi sehingga dapat dicapai optimalisasi ibu maupun bayinya. Dengan operasi kebidanan diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka  kematian  perinatal.  Persiapan operasi kebidanan meliputi persiapan mental penderita dan persiapan fisik penderita (Manuaba,2011:227).
a.             Persiapan mental penderita
Penderita diberikan penjelasan tentang operasi yang akan dilaksanan penderita dan keluarganya dapat menyetujui atau menolak tindakan operasi dan menyatakanya dalam surat persetujuan yang disebut dengan informed consent, dengan adanya informed consent yang menjadi dasar transaksi medis barulah tindakan operasi dapat dilakukan. Informed consent  merupakan perlindungan kedua belah pihak dari tuntutan hukum ,bila terjadi masalah  berkaitan dengan tindakan operasi, masalah informed consent samangkin penting dengan dikeluarkanya “Undang-undang kesehatan nasional “ sebagai upaya melindungi kedua belah pihak dari tuntutan hukum.
b.             Persiapan fisik penderita
Kesan umum: apakah penderita tampak sakit, anemia, 
dehidrasi dan terjadi perdarahan Pemeriksa fisik umum: faktor-faktor  resiko  sectio caesarea adalah akibat tindakan anestesi, jumlah darah yang dikeluarkan oleh ibu selama operasi berlangsung.
Tujuan  pemeriksa  dasar  untuk  mengetahui data  penderita,    dapat  ditetapkan  langkah,  apakah  langsung  melakukan  tindakan  atau  keadaan  umum  penderita:  Dehidrasi; Infus cairan pengganti,Anemia; transfuse darah,Infeksi: pemberian antibiotia dan antipiretik. Dengan melakukan pemeriksaan lengkap dapat diketahui “kondisi penderita”   sehingga  dapat  ditentukan  tindakan  operasi yang  bagaimana  untuk  menyelesaikan   pertolongan    persalinan.
c.             Persiapan menjelang operasi
Setelah  melakukan  pemeriksaan  lengkap,  persiapan  menjelang operasi  dapat  dijabarkan  sebagai berikut:
1)             Pemasangan infuse
Tujuan pemasangan infuse untuk rehidrasi cairan yang hilang dan memudahkan pemberian premedikasi narkosa, member  transfusi  darah  dan  memasukan   obat  yang  dperlukan.


2)             Persiapan narkosa
Pemilihan narkosa dapat diresahkan krpada ahli narkosa untuk keamanan tindakan operasi  dengan premedikasi,  narkosa  (narkosa  umum,narkosa lumbal atau pati rasa lokal) dan obat-obatan narkosa diresahkan  kepada dokter ahli narkosa.
3)             Persiapan tempat operasi
Kebersihhan dan  suci hama di daerah tempat operasi   bertujuan    untuk    menghindari  dari infeksi. Kulit di   bersihkan    dan  dicuci  dengan sabun dan didesinfektan (disucihamakan) dengan yodium-alkohol, asam pikrik, betadin, hibisscrub, savlon,dan sebagainya. Setelah bagian tersebut suci hama kemudian  ditutup dengan  duk steril.
4)             Persiapan alat operasi
Persiapan  alat operasi  kebidanan  tergantung  dari  jenis  tindakan dengan memperhitungkan:
a)             Berdasarkan indikasi
b)             Berdasarkan keadaan (kondisi) penderita
c)             Tindakan yang paling ringan dan aman
d)            Pengalaman pelaksanaan operasi, Penyulit operasi

5)             Persiapan untuk bayi
Persiapan dengan operasi selalu memberatkan bayi, sehingga perlu perhatian dan persiapan secukupnya. Persiapan bayi lahir hidup perlu disediakan:
a)             Alat resusitai pernapasan (alat penghisap lender, laringoskop, pemberian  O2 (Oksigen)
b)             Obat perangsang penapasan ,jantung,dan lainya
c)             Alat bantu penghangat
d)            Tempat tidur bayi khusus
e)             Tempat plasenta
6)             Persiapan bayi yang telah meninggal adalah  tempat  bayi serta pembungkusan dan tempat plasenta (Manuaba,2011: 227).

6.             Jenis-jenis sectio caesarea
Sectio caesarea klasik: pembedahan
a.             Sectio caesarea transperitoneal profunda (supra cervialis = lower segmen caesarean section).
b.             Sectio caesarea diikiti dengan histerektomi( caesarean bysterectomy = sectio histerektomi).
c.             Sectio caesarea ekstraperitoneal
d.            Sectio caesarea vaginal (Sarwono,2007:133).
7.             Prosedur Sectio cesarea
Seksio sesarea klasik
a.             Mula–mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain suci lama.
b.             Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang ± 12 cm sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum peritoneal terbuka.
c.             Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi.
d.            Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim (SAR), kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting.
e.             Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan.janin dilahirkan dengan  meluksir kepala dan memotong fundus uteri. Setelah janin lahir seutuhnya, tali pusat dijepit dan dipotong di antara kedua penjepit.
f.              Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntik 10 U oksitosin ke dalam rahim secara intra mural.
g.             Luka insisi SAR dijahit kembali.
1)             Lapisan I         :  Endometrium bersama miometrium  
dijahit secara jelujur dengan benang
catgut khromik.
2)             Lapisan II        : Hanya miometrium saja dijahit secara
     simpul (berhubungan otot SAR sangat
     tebal) dengan catgut khromik.
3)             Lapisan III       : Perimetrium saja, dijahir secara simpul      
dengan benang catgut biasa.
h.             Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.
i.               Rongga perut dibersihkan dari sisa–sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit. 
Indikasi Sectio caesarea Klasik
a.             Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan kandung kencing untuk mencapai segmen bawah rahim, misalnya karena adanya perlekatan-perlekatan akibat pembedahan sectio caesarea yang lalu,atau adanya tumor-tumor di daerah segmen bawah rahim.
b.             Janin besar dalam letak lintang.
c.             Plasenta previa dengan insersi plasenta di dinding depan segmen bawah rahim.
Kelebihan
1)             Mengeluarkan janin lebih cepat.
2)             Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.
3)             Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan
1)             Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik.
2)             Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan (Sarwono,2007:135).

8.             Teknik Sectio caesarea  Transperitoneal Profunda
a.             Mula–mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain suci lama.
b.             Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis samping di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum peritonei terbuka.
c.             Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi.
d.            Dibuat bladder–flap, yaitu dengan menggunting peritoneum kandung kencing (plika vesikouterina) di depan segmen bawah rahim (SBR) secara melintang. Plika vesikouterina ini disisihkan secara tumpul ke arah samping dan bawah, dan kandung kencing yang telah disisihkan ka arah bawah dan samping dilindungi dengan spekulum kandung kencing.
e.             Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm di bawah irisan plika vesikouterina tadi secara tajam dengan pisau bedah ± 2 cm, kemudian diperlebr melintang secara tumpul dengan kedua jari telunjuk operator. Arah irisan pada segmen bawah rahim dapat melintang (transversal) sesuai cara Kerr; atau membujur (sagital) sesuai cara kronig.
f.              Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan, janin dilahirkan dengan meluksir  kepalanya. Badan janin dilahirkan dengan mengait kedua ketiaknya. Tali pusat dijepit dan dipotong, plasenta dilahirkan secara manual. Ke dalam otot rahim intra mural disuntikkan 10 U oksitosin.
g.             Luka dinding rahim dijahit.
1)             Lapisan I : dijahit jelujur pada endometrium dan mimotrium.
2)             Lapisan II : dijahit jelujur hanya pada miometrium saja.
3)             Lapisan III : dijahit jelujur pada plika vesikouterina.
Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.
h.             Rongga perut dibersihkan dari sisa–sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit.     
Kelebihan
1)         Penjahitan luka lebih mudah
2)          Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
3)         menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritonem
4)         Perdarahan kurang.
5)         Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan kurang/lebih kecil.
Kekurangan
1)             Luka dapat menyebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan arteria uterina putus sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak.
2)             Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi (Sarwono.2009:137). 

9.             Teknik Sectio caesarea-Histerektomi
a.             Setelah janin dan plasenta dilahirkan dari rongga rahim, dilakukan hemostasis pada insisi dinding rahim, cukup dengan jahitan jelujur atau simpul.
b.             Untuk memudahkan histerektomi, rahim boleh dikeluarkan dari rongga pelvis.
c.             Mula – mula ligamentum rotundum dijepit dengan cunam Kocher dan cunam Oschner kemudian dipotong sedekat mungkin dengan rahim, dan jaringan yang sudah dipotong diligasi dengan benang catgut khromik no.0.Bladder-flap yang telah dibuat pada waktu seksio sesarea transperitoneal profunda dibebaskan lebih jauh ke bawah dan lateral.pada ligamentum latum belakang di buat lubang  dengan jari telunjuk tangan kiri di bawah  adneksa dari arah belakang. Dengan cara ini ureter akan terhindar dari kemungkinan terpotong.
d.            Melalui lubang pada ligamentum latum ini, tuba falopi, ligamentum utero-ovarika, dan pemuluh darah dalam jaringan  terebut dijepit dengan 2 cunam Oschner lengkung dan di sisi rahim dengan cunam Kocher. Jaringan diantaranya kemudian digunting dengan gunting Mayo. Jaringan yang terpotong diikat dengan jahitan transfiks untuk hemostasis dengan catgut no. 0.
e.             Jaringan ligamentum latum yang sebagian besar adalah  avaskular dipotong secara tajam ke arah serviks. Setelah pemotongan ligamentum latum sampai di daerah serviks, kandung kencing disisihkan  jauh ke bawah dan samping.
f.              Pada ligamentum kardinale dan jaringan  paraservikal dilakukan penjepitan dengan cunam Oschner lengkung secara ganda, dan pada tempat yang sama disisi rahim dijepit dengan cunam Kocher lurus.kemudian jaringan di antaranya digunting dengan gunting Mayo. Tindakan ini dilakukan dalam beberapa tahap sehingga ligamentum kardinale dijahit transfiks secara ganda dengan benang catgut khronik no. 0 .
g.             Demikian juga ligamentum sakro-uteri kiri dan kanan dipotong dengan cara yang sama, dan diligasi secara transfiks dengan benang catgut khomik no. 0.
h.             Setelah mencapai diatas dinding  vagina-serviks, pada sisi depan serviks  dibuat irisan  sagital dengan pisau, kemudian melalui insisi tersebut dinding vagina dijepit dengan cunam Oschner  melingkari serviks dan dinding vagina dipotong tahap demi tahap. Pemotongan dinding vagina dapat dilakukan dengan gunting atau pisau. Rahim akhirnya dapat diangkat.
i.               Puntung vagina dijepit dengan beberapa  cunam Kocher untuk hemostatis. Mula-mula punting kedua  ligamentum kardinale dijahitkan pada ujung  kiri dan kanan punting vagina, sehingga terjadi hemostasis pada kedua ujung punting vagina. puntung vagina dijahit secara jelujur untuk hemostasis dengan catgut khoromik.puntung adneksa yang telah dipotong dapat dijahitkan digunakan pada punting vagina, asalkan  tidak terlalu kencang. Akhirnya punting vagina ditutup dengan retro-peritonealisasi dengan menutupkan bladder flap pada sisi belakang punting vagina.
j.               Setelah rongga perut  dibersihkan  dari sisa darah,  luka perut ditutup kembali lapis demi lapis (Prawirohardjo, 2007:140).
Nasehat paska operasi :
1)             Dianjurkan jangan hamil selama lebih kurang satu tahun dengan memakai kontrasepsi.
2)             Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik.
3)             Dianjurkan untuk bersalin dirumah sakit yang besar.
4)             Apakah persalinan yang berikut harus dengan sectio caesarea bergantung dari indikasi sectio caesarea dan keadaan pada kehamilan berikutnya.
5)             Apakah persalinan yang berikut harus dengan sectio caesarea bergantung dari indikasi sectio caesarea dan keadaan pada kehamilan berikutnya.
6)             Hampir di seluruh institusi di Indonesia tidak dianut diktum “once a cesarean always a cesarean”.
7)             Yang dianut adalah “once a cesarean not always  cesarean”. kecuali pada panggul sempit atau disproposi sefalopelvik (Sarwono,2007:139).


10.         Penatalaksanaan setelah tindakan sectio caesara meliput:
a.             Analgesik
Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat suntik 75 mg meperidin secara IM setiap 3 jam sekali, bila perlu untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10-15 mg morfin sulfat. Obat-obatan antiemetik, misalnya prometasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.
b.             Tanda-tanda vital
Setelah dipindahkan ke ruang rawat, maka tanda-tanda vital pasien harus di evaluasi setiap 4 jam sekali. Jumlah urin dan jumlah darah yang hilang serta keadaan fundus uteri yang harus diperiksa, Selain itu suhu juga perlu diukur.
c.             Terapi cairan dan diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan, termasuk Ringer Laktat (RL), terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya. Meskipun demikian, jika output urin di bawah 30 ml perjam, pasien harus dievaluasi kembali. Bila tidak ada manipulasi intra abdomen yang ekstensif atau sepsis, pasien seharusnya sudah  dapat  menerima  cairan  per  oral  satu  hati setelah pembedahan. Jika tidak, pemberian infuse boleh diteruskan. Paling lambat pada hari kedua setelah operasi, sebagian besar pasien sudah dapat menerima makanan biasa.
d.            Vesika urinaria dan usus
Kateter sudah dapat dilepas dari vesika urinaria setelah 12 sampai 24 jam post operasi.Kemampuan mengosongkan  urinaria  harus dipantau sebelum terjadi distensi. Gejala  kembung  dan nyeri akibat inkoordinasi gerak  usus  dapat  menjadi  gangguan pada hari ke 2 dan ke 3 post operasi. Pem berian  supositoria     rectal   akan  diikuti   dengan  defekasi atau jika  gagal,   pemberian  enema  dapat meringankan keluhan pasien.
e.             Ambulasi
Pada hari pertama post operasi, pasien dengan bantuan perawat dapat bangun dari tempat tidur sebentar sekurang-kurangnya sebanyak 2 kali. Ambulasi dapat ditentukan waktunya sedemikian rupa sehingga preparat analgesik yang baru saja diberikan akan mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua, pasien dapat berjalan ke kamar mandi dengan pertolongan keluarga. Dengan ambulasi dini, trombosit vena dan emboli pulmoner jarang terjadi.


f.              Perawatan luka
Luka insisi diinspeksi setiap hari, sehingga pembalut  luka yang relative ringan tampak banyak plester sangat menguntungkan. Secara normal jahitan kulit  diangkat  pada  hari  ke  empat  setelah  pembedahan. Paling lambat pada hari ke tiga post partum, pasien sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
g.             Laboratorium
 Secara rutin Ht diukur pada pagi hari setelah operasi, Ht harus segera dicek kembali bila terdapat kehilangan darah atau bila terdapat oliguri atau keadaan lain yang menunjukan hipovolemia. Jika Ht stabil, pasien dapat melakukan ambulasi tanpa kesulitan apapun dan kemungkinan kecil jika terjadi   kehilangan  darah lebih lanjut (Sarwono,2006:147).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar