Pengertian persalinan dan sectio caecarea
Pengertian persalinan
adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin
dari tubuh ibu (Rukiyah,2009:01).
Bentuk persalinan berdasarkan
definisi adalah sebagai berikut:
a.
Persalinan Sepontan
Bila
persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan sendiri.
b.
Persalinan Buatan
Bila proses persalinan dengan bantuan
tenaga dari luar dengan ektraksi forceps, ektraksi vakum dan sectio caesarea.
c.
Persalinan Anjuran
Persalinan
tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan
ketuban, pemberian pitocin aprostaglandin (Manuaba, 2009: 02).
Istilah
sectio caesarea berasal dari
perkataan latin, caedere yang artinya Memotong. Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan
janin lewat insisi pada dinding
perut (addomen) dan dinding rahim
(uterus). Atau sectio caesarea adalah
suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Prawirohardjo,
2007: 133).
Dalam
hukum Roma terdapat hukum
Lexzaesarea, dalam
hukum ini menjelaskan bahwa prosedur tersebut di jalankan di
akhir kehamilan pada seorang wanita yang sekarat demi untuk
menyelamatkan calon bayi. Sebelum mengambil keputusan tindakan section caesarea, pertimbangkan secara
teliti,
indikasi dengan resiko
yang terjadi ( perdarahan, cebdera saluran kemih/usus, infeks ).
Angka mortalitas kasar yang dikoreksi mendapatkan risiko kematian ibu yang
menyertai sectio caesarea adalah 26 kali lebih besar dari pada kelahiran
pervaginam, mereka mencatat peningkatan risiko kematian
ibu pada pembedahannya sendiri sebanyak sepuluh kali lipat bertambahnya
pengunaan sectio caesarea untuk melindungi bayi dapat menimbulkan bahaya yang lebih
besar bagi ibu (Oxorn, 2010:645).
Seorang
wanita yang telah mengalami pembedahan merupakan seseorang yang mempunyai parut
dalam uterus, pada
kehamilan dan persalinan berikutnya memerlukan pengawasan yang cermat
berhubungan dengan adanya bahaya ruptura uteri, namun dengan tekhnik yang baik
bahaya ini tidak besar, sebelum keputusan untuk melakukan sectio caesarea
diambil pertimbangan secara teliti indikasi dengan risiko yang mungkin terjadi ( perdarahan, cedera saluran kemih/
usus, infeksi ), pertimbangan tersebut harus
berdasarkan penilian prabedah secara lengkap (Prawirohardjo, 2006 : 62).
Prinsip
utama dalam melakukan tindakan sectio caesarea adalah untuk menyelamatkan
ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup,
tindakan ini tetap dilaksanakan. Tindakan sectio caesarea merupakan
salah satu jalan untuk menolong persalinan sehingga tercapai “Well born baby
and well health mother”. Kini tindakan sectio caesarea sudah dapat
diterima oleh masyarakat, bahkan sering dijumpai permintaan persalinan dengan operasi sectio
caesarea (Manuaba, 2008 : 158).
2.
Faktor-faktor
Penyebab Terjadinya sectio caecarea
a.
Faktor
dari ibu
1.
Panggul sempi
Ketidak-mampuan
janin untuk melewati panggul yang
tumbuhnya terlampau besar, atau adanya ketidak-imbangan relatif antara ukuran
bayi dan ukuran pelvis (Oxorn, 2010:635).
1)
Plasenta previa
Keadaan
ketika plasenta terletak di tempat yang tidak normal yakni di segmen
bawah uterus sehingga menutupi sebagian
atau seluruh ostium uteri internum. Plasenta previa dibagi menjadi tiga
yakni:
a)
Plasenta marginalis,
jika tepi plasenya mencapai pembuahan.
b)
Plasenta Lateralis,jika
plasenta menutupi sebagian dari
pembukaan.
c)
Plasenta privia tolalis,jika plasenta
menutupi seluruh permukaan (Salmah. 2005:99).
Plasenta previa adalah: terjadinya pertumbuhan plasenta disegmen
bawah uterus yang tidak selalu dapat diterangkan dengan jelas, sehingga penyebab yang pasti
tidak dapat ditentukan (Prawirohardjo, 2006:99).
2)
Disproporsi
sefalopelvik
Disproporsi
sefalopelvik mencakup paggul sempit (contracted pelvis) fetus yang tumbuhnya
terlampau besar, atau adanya ketidakseimbangan
relative antara ukuran bayi dan ukuran pelvis yang ikut menimbulkan
masalah diproporsi adalah bentuk pelvis, presentasi petus serta kemampuannya
untuk moulage dan masuk panggul, kemampuan berdilatasi pada servik, dan
efektifan kontraksi uterus (Oxorn, 2010:635).
3)
Ketuban Pecah Dini
Keadaan
pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan, dan ditunggu satu jam belum
dimulainya tanda persalinan. Penyebab ketuban pecah dini sebagai berikut:
1)
Serviks inkompeten
2)
Ketegangan rahim
berlebihan:kehamilan ganda, hidramnion.
3)
Kelainan letak janin
dalam rahim: letak sungsang, letak lintang.
4)
Kemungkinan kesempatan
panggul: perut gantung, bagian terendah belum masuk PAP.
5)
Kelainan bawaan dari
selaput ketuban.
6)
Infeksi yang
menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah. Penanganan Ketuban Pecah Dini:
a)
Rawat di rumah sakit
b)
Jika ada perdarahan
pervaginam dengan nyeri perut.
c)
Jika ada tanda-tanda
infeksi(demam, caira vagina berbau), berikan antibiotika.
d)
Jika tidak ada infeksi
dan kehamilan <37 minggu:Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu
dan janin,berikan kortikosteroit kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru
janin,lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu,Jika terdapat his dan drah
lender, kemungkinan terjadi persalinan preterm.
e)
Jika tidak terdapat
infeksi dan kehamilan >37 minggu: jika tidak ada infeksi pasca persalinan hentikan pemberian
antibiotika, jika serviks sudah matang, lakukan
induksi persalinan dengan oksitosin, dan jika serviks belum matang,
matangkan serviks dengan prostaglandin dan infuse oksitosin ataun lahirkan
dengan sectio caesarea (David, 2008:37).
4)
Fre-eklamsia
Hipertensi
yang setelah 20 minggu kehamilan yang di
sertai dengan proteinuria. Pe-eklamsia digolongkan ke dalam pre-eklamsia ringan
dan pre-eklamsia berat dengan gejala dan tanda sebagai berikut:
Pre-eklamsia ringan
1.
Tekanan darah sistolik
140 atau kenaikan 30 mmhg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
2.
Tekanan darah sistolik
90 atau kenaikan 15 mmhg dengan interval pemeriksaan 6 jam.
3.
Kenaikan berat badan 1
kg atau lebih dalam semingguan.
4.
Proteinuria 0,3 gram
atau lebih dengan tingkat kualitatif plus 1 sampai 2 pada urin kateter atau
urin aliran pertengahan.
Pre-eklamsia
berat
1.
Tekanan darah 160/110
mmhg.
2.
Urin kurang dari 400
cc/24 jam.
3.
Proteinuria lebih dari
3 gram/liter.
4.
Keluhan subjektif:
Gangguan penglihatan, nyeri
kepala,gangguan kesadaran.
5.
Pemeriksaan
Kadar
enzim hati meningkat disertai ikterus,perdarahan pada retina,trombosit kurang dari
100.000/mm.
Penanganan
a.
Periksa serviks.
b.
Jika serviks matang,
lakukan pemecahan ketuban,lalu induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin.
c.
Jika persalinan
pervaginam tidak dapat diharapkan dalam 12 jam (pada eklamsia) atau dalam 24
jam (pada pre-eklamsia), lakukan sectio caesarea.
d.
Jika dejut jantung
janin<100/menit atau >180/menit lakukan sectio caesarea.
e.
Jika serviks belum
matang,janin hidup, lakukan sectio caesarea
(David, 2008:103).
5)
Eklamsia
Pre-eklamsia
yang disertai dengan kejang-kejang dan koma
dan serangan tiba-tiba yang terjadi pada kehamilan akhir dan persalinan yang
dapat berlangsung mendadak seperti halilintar (Liu,2007:104).
6)
Gagal vakum
Usaha-usaha
untuk menggunakan penghisap pada kulit kepala janin sebagai cara untuk
melakukan traksi pada kepala.
Penyebab ekraksi vakum
tidak dapat digunakan untuk presentasi muka atau kepala menyusul pada
presentasi bokong (Liu,2008:204).
Penangganan ektraksi
vakum
Batas
waktu yang di tetapkan adalah 30
menit(kadang-kadang 45 menit) untuk mencegah kerusakan janin. Jika bayi tidak
dapat dilahirkan dalam waktu ini maka kasusnya dianggap tidak sesuai untuk
persalinan per vaginam dan dikerjakan seksio sesarea (Oxorn, 2010:295).
2.
Faktor
dari janin
1)
Kelainan Letak
Pada
keadaan normal, kepala janin berada di bagian bawah rahim ibu dan menghadap ke
arah punggung ibu. Menjelang persalinan, kepala bayi turun dan masuk ke rongga
panggul ibu. Kadang-kadang letak bayi tidak normal sampai umur kehamilan
9 bulan. Pada keadaan ini, ibu harus melahirkan di rumah sakit, agar ibu dan
bayi dapat diselamatkan. Persalinan mungkin mengalami gangguan atau memerlukan
tindakan. Anjurkan ibu/keluarganya untuk menabung.
Kelainan letak janin antara lain :
a)
Letak sungsang : kepala janin di bagian atas rahin
b)
Letak lintang: letak janin melintang di dalam rahim
2)
Gawat janin
Keadaan gawat janin pada tahap persalinan,
memungkinkan dokter memutuskan untuk melakukan operasi. Apalagi ditunjang
kondisi ibu yang kurang menguntungkan. Bila ibu menderita tekanan darah tinggi
atau kejang pada rahim.
3)
Gemelly
Kehamilan
dengan dua janin atau lebih sejak ditemukannya obat-obatan dan cara induksi
ovulasi maka dari laporan-laporan dari seluruh pelosok dunia, frekuensi gemelly
condong meningkat.
Penyebab Gemelly
Pada
saat melakukan anamnesa apakah ada perut lebih buncit dari semestinya, gerakan
janin lebih banyak dirasakan ibu hamil, uterus terasa lebih cepat membesar,
pernah hamil kemar atau adanya riwayat keturunan kemar.
Penangganan Gemelly
Bila
tidak ada masalah dan persalinan berjalan lancar ibu bisa dilakukan pertolongan
persalinan normal, akan tetapi jika
ditemukan kesulitan, maka dilakukan tindakan sectio caesarea (Rukiah,
2009:137).
3.
Tujuan
sectio caesarea
a.
Untuk melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera
berkontraksi dan menghentikan perdarahan .
b.
Untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada servik
uteri,jika janin dilahirkan
pervaginam.
4.
Sectio caesarea dilakukan apabila
Janin hidup dan pembukaan belum lengkap
a.
janin hidup tetapi gawat janin dan persalinan pervaginam tidak dapat dilaksanankan dengan segera.
b.
janin meninggal,tetapi
kondisi servik tidak memungkinkan
persalinan pervaginam dapat berlangsung dalam waktu yang singkat.
5.
Persiapan
oprasi kebidanan
Persiapan bagi tenaga kesehatan adalah segala
usaha yang dilakuka untuk meningkatkan keberhasilan operasi sehingga dapat dicapai optimalisasi ibu maupun bayinya. Dengan operasi kebidanan diharapkan
dapat menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.
Persiapan operasi kebidanan meliputi persiapan mental penderita dan persiapan fisik penderita (Manuaba,2011:227).
a.
Persiapan mental penderita
Penderita diberikan penjelasan tentang operasi yang akan dilaksanan penderita dan
keluarganya dapat menyetujui atau menolak tindakan operasi dan
menyatakanya dalam surat persetujuan yang disebut dengan informed consent, dengan adanya informed
consent yang menjadi dasar transaksi medis barulah tindakan operasi dapat
dilakukan. Informed
consent merupakan perlindungan kedua
belah pihak dari tuntutan hukum ,bila terjadi masalah berkaitan dengan tindakan operasi, masalah informed
consent samangkin penting dengan dikeluarkanya “Undang-undang kesehatan
nasional “ sebagai upaya melindungi kedua belah pihak dari tuntutan hukum.
b.
Persiapan fisik
penderita
Kesan umum: apakah penderita tampak sakit, anemia,
dehidrasi dan terjadi perdarahan Pemeriksa
fisik umum: faktor-faktor resiko
sectio caesarea adalah akibat tindakan anestesi, jumlah darah yang dikeluarkan oleh ibu selama operasi
berlangsung.
Tujuan
pemeriksa dasar untuk mengetahui data penderita, dapat ditetapkan langkah, apakah langsung melakukan tindakan atau keadaan umum penderita: Dehidrasi; Infus cairan pengganti,Anemia; transfuse darah,Infeksi: pemberian antibiotia
dan antipiretik. Dengan melakukan pemeriksaan lengkap dapat diketahui “kondisi penderita”
sehingga dapat ditentukan tindakan operasi yang bagaimana untuk menyelesaikan pertolongan
persalinan.
c.
Persiapan menjelang operasi
Setelah melakukan pemeriksaan
lengkap, persiapan menjelang operasi dapat dijabarkan sebagai berikut:
1)
Pemasangan infuse
Tujuan pemasangan infuse untuk rehidrasi cairan yang hilang dan memudahkan pemberian premedikasi narkosa, member
transfusi darah dan memasukan
obat yang dperlukan.
2)
Persiapan narkosa
Pemilihan narkosa dapat diresahkan krpada ahli narkosa untuk
keamanan tindakan operasi dengan premedikasi, narkosa (narkosa
umum,narkosa lumbal atau pati rasa
lokal) dan obat-obatan narkosa diresahkan
kepada dokter ahli narkosa.
3)
Persiapan tempat operasi
Kebersihhan dan suci
hama di daerah tempat operasi bertujuan untuk menghindari dari infeksi. Kulit di bersihkan
dan dicuci
dengan sabun dan didesinfektan (disucihamakan) dengan yodium-alkohol,
asam pikrik, betadin, hibisscrub, savlon,dan sebagainya. Setelah bagian
tersebut suci hama kemudian ditutup
dengan duk steril.
4)
Persiapan alat operasi
Persiapan alat operasi kebidanan
tergantung dari jenis tindakan dengan memperhitungkan:
a)
Berdasarkan indikasi
b)
Berdasarkan keadaan (kondisi) penderita
c)
Tindakan yang paling ringan dan aman
d)
Pengalaman pelaksanaan operasi, Penyulit operasi
5)
Persiapan untuk bayi
Persiapan dengan operasi selalu memberatkan bayi, sehingga perlu
perhatian dan persiapan secukupnya. Persiapan bayi lahir hidup perlu
disediakan:
a)
Alat resusitai pernapasan (alat penghisap lender, laringoskop, pemberian O2 (Oksigen)
b)
Obat perangsang penapasan ,jantung,dan lainya
c)
Alat bantu penghangat
d)
Tempat tidur bayi khusus
e)
Tempat plasenta
6)
Persiapan bayi yang telah meninggal adalah tempat
bayi serta pembungkusan dan tempat plasenta (Manuaba,2011: 227).
6.
Jenis-jenis
sectio caesarea
Sectio caesarea klasik: pembedahan
a.
Sectio caesarea transperitoneal profunda (supra cervialis = lower segmen caesarean
section).
b.
Sectio caesarea diikiti dengan histerektomi( caesarean bysterectomy = sectio
histerektomi).
c.
Sectio caesarea ekstraperitoneal
d.
Sectio caesarea vaginal (Sarwono,2007:133).
7.
Prosedur Sectio cesarea
Seksio
sesarea klasik
a.
Mula–mula dilakukan desinfeksi pada dinding
perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain suci lama.
b.
Pada dinding perut dibuat insisi mediana
mulai dari atas simfisis sepanjang ± 12 cm sampai di bawah umbilikus lapis demi
lapis sehingga kavum peritoneal terbuka.
c.
Dalam rongga perut di sekitar rahim
dilingkari dengan kasa laparotomi.
d.
Dibuat insisi secara tajam dengan pisau
pada segmen atas rahim (SAR), kemudian diperlebar secara sagital dengan
gunting.
e.
Setelah kavum uteri terbuka, selaput
ketuban dipecahkan.janin dilahirkan dengan
meluksir kepala dan memotong fundus uteri. Setelah janin lahir
seutuhnya, tali pusat dijepit dan dipotong di antara kedua penjepit.
f.
Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntik
10 U oksitosin ke dalam rahim secara intra mural.
g.
Luka insisi SAR dijahit kembali.
1)
Lapisan
I : Endometrium bersama
miometrium
dijahit
secara jelujur dengan benang
catgut khromik.
2)
Lapisan II
: Hanya miometrium saja dijahit secara
simpul (berhubungan otot SAR sangat
tebal) dengan catgut khromik.
3)
Lapisan
III : Perimetrium saja, dijahir secara
simpul
dengan benang catgut biasa.
h.
Setelah dinding rahim selesai dijahit,
kedua adneksa dieksplorasi.
i.
Rongga perut dibersihkan dari sisa–sisa
darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit.
Indikasi Sectio caesarea
Klasik
a.
Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan
kandung kencing untuk mencapai segmen bawah rahim, misalnya karena adanya
perlekatan-perlekatan akibat pembedahan sectio caesarea yang lalu,atau adanya
tumor-tumor di daerah segmen bawah rahim.
b.
Janin besar dalam letak lintang.
c.
Plasenta previa dengan insersi plasenta di
dinding depan segmen bawah rahim.
Kelebihan
1)
Mengeluarkan janin lebih cepat.
2)
Tidak mengakibatkan komplikasi
kandung kemih tertarik.
3)
Sayatan bisa diperpanjang proksimal
atau distal.
Kekurangan
1)
Infeksi mudah menyebar secara intra
abdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik.
2)
Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan (Sarwono,2007:135).
8.
Teknik Sectio caesarea
Transperitoneal Profunda
a.
Mula–mula dilakukan desinfeksi pada
dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain suci lama.
b.
Pada dinding perut dibuat insisi
mediana mulai dari atas simfisis samping di bawah umbilikus lapis demi lapis
sehingga kavum peritonei terbuka.
c.
Dalam rongga perut di sekitar rahim
dilingkari dengan kasa laparotomi.
d.
Dibuat bladder–flap, yaitu
dengan menggunting peritoneum kandung kencing (plika vesikouterina) di depan
segmen bawah rahim (SBR) secara melintang. Plika vesikouterina ini disisihkan
secara tumpul ke arah samping dan bawah, dan kandung kencing yang telah
disisihkan ka arah bawah dan samping dilindungi dengan spekulum kandung
kencing.
e.
Dibuat insisi pada segmen bawah
rahim 1 cm di bawah irisan plika vesikouterina tadi secara tajam dengan pisau
bedah ± 2 cm, kemudian diperlebr melintang secara tumpul dengan kedua jari
telunjuk operator. Arah irisan pada segmen bawah rahim dapat melintang
(transversal) sesuai cara Kerr; atau membujur (sagital) sesuai cara kronig.
f.
Setelah kavum uteri terbuka, selaput
ketuban dipecahkan, janin dilahirkan dengan meluksir kepalanya. Badan janin dilahirkan dengan
mengait kedua ketiaknya. Tali pusat dijepit dan dipotong, plasenta dilahirkan
secara manual. Ke dalam otot rahim intra mural disuntikkan 10 U oksitosin.
g.
Luka dinding rahim dijahit.
1)
Lapisan I : dijahit jelujur pada
endometrium dan mimotrium.
2)
Lapisan II : dijahit jelujur hanya
pada miometrium saja.
3)
Lapisan III : dijahit jelujur pada
plika vesikouterina.
Setelah dinding rahim selesai
dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.
h.
Rongga perut dibersihkan dari
sisa–sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit.
Kelebihan
1)
Penjahitan luka lebih mudah
2)
Penutupan luka dengan
reperitonealisasi yang baik.
3)
menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritonem
4)
Perdarahan kurang.
5)
Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan
ruptura uteri spontan kurang/lebih kecil.
Kekurangan
1)
Luka dapat menyebar ke kiri, kanan,
dan bawah, sehingga dapat menyebabkan arteria uterina putus sehingga
mengakibatkan perdarahan yang banyak.
2)
Keluhan pada kandung kemih post
operatif tinggi (Sarwono.2009:137).
9.
Teknik Sectio caesarea-Histerektomi
a.
Setelah janin dan plasenta dilahirkan dari
rongga rahim, dilakukan hemostasis pada insisi dinding rahim, cukup dengan
jahitan jelujur atau simpul.
b.
Untuk memudahkan histerektomi, rahim boleh
dikeluarkan dari rongga pelvis.
c.
Mula – mula ligamentum rotundum dijepit
dengan cunam Kocher dan cunam Oschner kemudian dipotong sedekat mungkin dengan
rahim, dan jaringan yang sudah dipotong diligasi dengan benang catgut khromik no.0.Bladder-flap yang telah dibuat pada waktu seksio sesarea
transperitoneal profunda dibebaskan lebih jauh ke bawah dan lateral.pada
ligamentum latum belakang di buat lubang
dengan jari telunjuk tangan kiri di bawah adneksa dari arah belakang. Dengan cara ini
ureter akan terhindar dari kemungkinan terpotong.
d.
Melalui lubang pada ligamentum latum ini,
tuba falopi, ligamentum utero-ovarika, dan pemuluh darah dalam jaringan terebut dijepit dengan 2 cunam Oschner
lengkung dan di sisi rahim dengan cunam Kocher. Jaringan diantaranya kemudian
digunting dengan gunting Mayo. Jaringan yang terpotong diikat dengan jahitan
transfiks untuk hemostasis dengan catgut no.
0.
e.
Jaringan ligamentum latum yang sebagian
besar adalah avaskular dipotong secara
tajam ke arah serviks. Setelah pemotongan ligamentum latum sampai di daerah serviks,
kandung kencing disisihkan jauh ke bawah
dan samping.
f.
Pada ligamentum kardinale dan jaringan paraservikal dilakukan penjepitan dengan
cunam Oschner lengkung secara ganda, dan pada tempat yang sama disisi rahim
dijepit dengan cunam Kocher lurus.kemudian jaringan di antaranya digunting
dengan gunting Mayo. Tindakan ini dilakukan dalam beberapa tahap sehingga
ligamentum kardinale dijahit transfiks secara ganda dengan benang catgut
khronik no. 0 .
g.
Demikian juga ligamentum sakro-uteri kiri
dan kanan dipotong dengan cara yang sama, dan diligasi secara transfiks dengan
benang catgut khomik no. 0.
h.
Setelah mencapai diatas dinding vagina-serviks, pada sisi depan serviks dibuat irisan
sagital dengan pisau, kemudian melalui insisi tersebut dinding vagina dijepit
dengan cunam Oschner melingkari serviks
dan dinding vagina dipotong tahap demi tahap. Pemotongan dinding vagina dapat
dilakukan dengan gunting atau pisau. Rahim akhirnya dapat diangkat.
i.
Puntung vagina dijepit dengan beberapa cunam Kocher untuk hemostatis. Mula-mula
punting kedua ligamentum kardinale
dijahitkan pada ujung kiri dan kanan
punting vagina, sehingga terjadi hemostasis pada kedua ujung punting vagina. puntung
vagina dijahit secara jelujur untuk hemostasis dengan catgut khoromik.puntung adneksa yang telah dipotong dapat
dijahitkan digunakan pada punting vagina, asalkan tidak terlalu kencang. Akhirnya punting
vagina ditutup dengan retro-peritonealisasi dengan menutupkan bladder flap pada sisi belakang punting
vagina.
j.
Setelah rongga perut dibersihkan
dari sisa darah, luka perut
ditutup kembali lapis demi lapis (Prawirohardjo, 2007:140).
Nasehat
paska operasi :
1)
Dianjurkan jangan hamil selama lebih
kurang satu tahun dengan memakai kontrasepsi.
2)
Kehamilan berikutnya hendaknya
diawasi dengan antenatal yang baik.
3)
Dianjurkan untuk bersalin dirumah
sakit yang besar.
4)
Apakah persalinan yang berikut harus
dengan sectio caesarea bergantung dari indikasi sectio caesarea dan keadaan
pada kehamilan berikutnya.
5)
Apakah persalinan yang berikut harus
dengan sectio caesarea bergantung dari indikasi sectio caesarea dan keadaan
pada kehamilan berikutnya.
6)
Hampir di seluruh institusi di
Indonesia tidak dianut diktum “once a cesarean always a cesarean”.
7)
Yang dianut adalah “once a
cesarean not always cesarean”. kecuali pada panggul sempit atau
disproposi sefalopelvik (Sarwono,2007:139).
10.
Penatalaksanaan setelah tindakan sectio caesara meliput:
a.
Analgesik
Untuk wanita dengan
ukuran tubuh rata-rata dapat suntik 75 mg meperidin secara IM setiap 3 jam
sekali, bila perlu untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara
serupa 10-15 mg morfin sulfat. Obat-obatan antiemetik, misalnya prometasin 25 mg
biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.
b.
Tanda-tanda vital
Setelah dipindahkan ke
ruang rawat, maka tanda-tanda vital pasien harus di evaluasi setiap 4 jam
sekali. Jumlah urin dan jumlah darah yang hilang serta keadaan fundus uteri
yang harus diperiksa, Selain itu suhu juga perlu diukur.
c.
Terapi cairan dan diet
Untuk pedoman umum,
pemberian 3 liter larutan, termasuk Ringer Laktat (RL), terbukti sudah
cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya. Meskipun demikian,
jika output urin di bawah 30 ml perjam, pasien harus dievaluasi kembali. Bila
tidak ada manipulasi intra abdomen yang ekstensif atau sepsis, pasien
seharusnya sudah dapat menerima cairan
per oral satu hati setelah pembedahan. Jika tidak, pemberian infuse boleh diteruskan.
Paling lambat pada hari kedua setelah operasi, sebagian besar pasien sudah
dapat menerima makanan biasa.
d.
Vesika urinaria dan usus
Kateter sudah dapat
dilepas dari vesika urinaria
setelah 12 sampai 24 jam post operasi.Kemampuan mengosongkan urinaria harus dipantau sebelum
terjadi distensi. Gejala kembung dan nyeri akibat inkoordinasi gerak usus
dapat menjadi gangguan pada hari ke 2 dan ke 3
post operasi. Pem berian supositoria rectal
akan diikuti dengan
defekasi atau jika gagal, pemberian enema dapat
meringankan keluhan pasien.
e.
Ambulasi
Pada hari pertama post
operasi, pasien dengan bantuan perawat dapat bangun dari tempat tidur sebentar
sekurang-kurangnya sebanyak 2 kali. Ambulasi dapat ditentukan waktunya
sedemikian rupa sehingga preparat analgesik yang baru saja diberikan akan
mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua, pasien dapat berjalan ke kamar mandi
dengan pertolongan keluarga. Dengan ambulasi dini, trombosit vena dan emboli
pulmoner jarang terjadi.
f.
Perawatan luka
Luka insisi diinspeksi
setiap hari, sehingga pembalut luka yang relative ringan tampak banyak plester sangat menguntungkan.
Secara normal jahitan kulit diangkat pada hari
ke empat setelah pembedahan. Paling lambat pada hari ke
tiga post partum, pasien sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
g.
Laboratorium
Secara rutin Ht
diukur pada pagi hari setelah operasi, Ht harus segera dicek kembali bila
terdapat kehilangan darah atau bila terdapat oliguri atau keadaan lain yang
menunjukan hipovolemia. Jika Ht stabil, pasien dapat melakukan ambulasi tanpa kesulitan
apapun dan kemungkinan kecil jika terjadi kehilangan
darah lebih lanjut
(Sarwono,2006:147).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar